Bangsa Yunani mengambil keyakinan hermetis bangsa Mesir dan memadukannya dengan filsafat Pythagoreanisme, ionianisme, dan gnostisisme. Pada intinya, Filsafat Pythagorean adalah keyakinan bahwa bilangan mengatur alam semesta, keyakinan yang berasal dari pengamatan bunyi, bntang, bentuk geometris seperti segitiga, atau apa pun yang perhitungannya dapat menghasilkan angka rasio.
Pemikiran Ionia didasarkan pada keyakinan bahwa alam semesta dapat dijelaskan melalui mempelajari fenomena alam; filsafat ini diyakini diciptakan oleh Thales dan muridnya Anaximander, dan kemudian dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles, yang karya-karyanya menjadi bagian alkimia. Menurut keyakinan ini, alam semesta dapat digambarkan oleh beberapa hukum alam yang dapat diketahui melalui penjelajahan filosofis yang hati-hati, saksama, teliti. Komponen ketiga yang dimasukkan ke filsafat hermetis oleh bangsa Yunani adalah gnotisisme, keyakinan yang tersebar luas di Kekaisaran Romawi Kristen, bahwa dunia itu tidak sempurna karena diciptakan dengan cara yang tercacat, dan bahwa mempelajari sifat materi spiritual akan menuntun kita ke keselamatan. Mereka juga meyakini bahwa Tuhan tidak "menciptakan" alam semesta dalam makna klasik, tetapi bahwa alam semesta diciptakan "dari-Nya", tetapi kemudan rusak (bukan dirusakkan oleh pelanggaran Adam dan Hawa, yakni dosa waris). Menurut keyakinan Gnostisisme, memuja kosmos, alam, dan makhluk dunia, itulah memuja Tuhan Sejati. Kaum Gnostik tidak mencari keselamatan dari dosa, melainkan berupaya melepaskan diri dari ketidaktahuan, meyakini bahwa dosa hanyalah konsekuensi dari ketidaktahuan. Teori Platonis dan neo-Platonis tentang universal dan ke-Mahakuasa-an Tuhan juga diserap.
Sebuah konsep yang sangat penting yang diperkenalkan pada masa ini, berasal dari Empedocles dan dikembangkan Aristoteles, adalah bahwa semua hal di alam semesta terbentuk dari hanya empat unsur: tanah, udara, air, dan api. Menurut Aristoteles, setiap unsur memiliki lingkup asalnya, tempatnya kembali jika tidak terganggu (Lindsay, h. 16) .
Keempat unsur bangsa Yunani lebih merupakan aspek kualitatif materi, bukan kuantitatif sebagaimana unsur kimia modern. "...Alkimia sejati tak pernah menganggap tanah, udara, air, dan api sebagai zat fisik atau kimia sebagaimana makna katanya di masa kini. Keempat unsur ini sederhananya adalah sifat-sifat primer dan umum. Melalui sifat-sifat ini, zat nirbentuk dan kuantitatif dari semua benda mewujudkan dirinya dalam bentuk-bentuk yang jelas" (Hitchcock, h. 66). Para alkimiawan selanjutnya (jika Plato dan Aristoteles boleh disebut alkimiawan) mengembangkan aspek mistis konsep ini secara luas.
Source : http://id.wikipedia.org/wiki/Alkimia
Search
Categories
Archives
- October 2011 (1)
- September 2011 (1)
- August 2011 (6)
- July 2011 (7)
- June 2011 (3)
- October 2010 (1)
- June 2010 (3)
- January 2010 (1)
- December 2009 (2)
- March 2009 (2)
- February 2009 (2)
- January 2009 (6)
- December 2008 (17)
- November 2008 (4)
- October 2008 (11)
- September 2008 (3)
- August 2008 (6)
- June 2008 (13)
- May 2008 (15)
- August 2006 (1)